Pengaruh Diego Maradona
Berbeda kala menjadi pemain, berbeda pula saat menjadi pelatih. Kiprah Argentina di ajang piala dunia era Maradona cs, patut kita apresiasikan setinggi langit. Segompok prestasi ketika di masanya telah di sajikan dalam track record sejarah. Lemari markas Argentina pun sudah di penuhi oleh tropi-tropi yang mengagungkan nama tim tango di puncak kejayaan. Namun, itu dulu, Sewaktu Maradona masih mengenakan seragam albiceleste. Bagaimana ketika era Argentina yang justru diarsiteki oleh mantan punggawanya sendiri, Maradona? Jawabannya adalah “kereaguan.”
Datang dengan memori indah bersama Argentina, bukan berarti mampu mendulang hal yang sama dalam hal melatih tim. Presiden AFA Julio Grondana menunjuk Maradona sebagai suksesor Alfiso Basile yang mengundurkan diri di tahun 2008 setelah mengalahkan kandidat lainnya yaitu Diego Simeone, Carlos Bianchi, Miguel Angel Rosso dan Sergio Baptista. Sontak suporter Argentina kaget, Ragam kontroversipun kembali mencuatkan namanya. kendati demikian, ekspektasi tinggi tetap dilayangkan kepadanya layaknya dia kala mengantarkan tim tango meraih prestasi prestisius. tak sedikit pula ada segelintir orang yang meragukan tangan dingin seorang Maradona karena minimnya jam terbang kepelatihan yang sebelumnya hanya menangani tim sekelas Textil Mandiyu (1994) dan Racing (1995).
Keraguan itu pun sedikit demi sedikit mulai tergambar. Bukti paling nyata adalah melihat sepak terjang anak asuh Maradona di kualifikasi piala dunia 2010 silam yang terseok-seok. Semula, Argentina diprediksi bakal mengakhiri kualifikasi ini dengan mudah dan bahkan difavoritkan bakal menjuarai grup zona CONMEBOL. tapi nyatanya tidak demikian, justru perjuangan yang dikerahkan oleh Lionel Messi cs harus di akhiri sampai tetes terakhir. Statistik mencatat, dari 18 round up yang dilakoni, argentina hanya meraup delapan kali kemenangan, empat kali seri dan enam kali kalah. Tiga dari delapan kemenangan dan empat dari enam kekalahan merupakan buah jerih payah yang diberikan oleh si boncel setelah sebelumnya di tukangi oleh Alfiso Basile di tahun 2008.
Mimpi buruk pertama pelatih yang kerap disapa “si gol tangan tuhan” itu lahir di saat tugas reguler pertamanya memimpin Argentina kala dihantam Bolivia 6-1 (01/04/09) pada lanjutan roud up kualikfikasi piala dunia. Belajar dari kesalahan, Maradona mengobati luka tersebut dengan mengatasi Kolombia 1-0 (06/06/09). Malang bukan kepayang, kemenangan tersebut bukannya jadi modal kebangkitan, malah kembali menghadirkan tren negatif. Tak tangung-tanggung, Albiceleste tiga kali menderita kekalahan beruntun mulai dari Ekuador 2-0 (10/06/09), Brasil 3-1 (05/09/09) dan Paraguay 1-0 (09/09/09) yang kemudian menjungkalkan posisi mereka ke zona play off. praktis rentetan kekalahan tersebut mengindikasikan kans Argentina mendapatkan satu tempat di piala dunia Afsel 2010 semakin sukar.
Tak heran, Tekanan hebat dari publik Argentina pun mulai berdatangan. Pasalnya, jika mereka tidak lolos, ini adalah kali pertama argentina absen dalam kancah panggung akbar sepakbola dunia dalam empat dekade. Beruntung, Di dua laga sisa terkhir yang sangat menentukan, Maradona berhasil menempatkan timnya di peringkat empat klasmen zona CONMEBOL sekaligus membawa pulang satu tiket terbang ke piala dunia Afsel 2010 setelah meraih kemenangan berturut-turut yang diraih dengan mati-matian. menjamu Peru, albiceleste meraih hasil positif 2-1, itupun diraih secara ngotot setelah sebelumnya bermain imbang 1-1, barulah di additional time babak ke-dua Martin Palermo menyelamatkan muka Maradona dari kekalahan. dan di partai pamungkas hidup mati kontra Uruguay, mereka membenamkan mimpi Uruguay yang ingin lolos tanpa play off dengan skor tipis 1-0, lagi-lagi diraih sampai titik darah penghabisan, gol telat dicetak Mario Bolatti di enam menit babak ke-dua menjelang bubaran. Round up ini diwarnai rebutan posisi ke-4 klasmen mengingat poin Argentina, Uruguay, Kolombia dan Ekuador beda tipis.
Dari situ, spekulasi kian muncul kepermukaan. kabar bakal dipecatnya maradona sempat tersiar bahkan warga Argentina mengisyaratkan segera mundurnya Maradona dari kursi kepelatihan timnas. Terlepas dari bermacam spekulasi tersebut, toh Argentina pada akhirnya lolos ke putaran final piala dunia 2010. Hanya saja, lolos menyisakan tanda “tanya besar.”
Kemandulan dan Faktor Fisik
Belum cukup sampai disitu bukti-bukti keraguan lain dipertunjukan, datang lagi sebuah pertanyaan: dimana produktivitas kalian? Menilik sejumlah pertandingan yang dimainkan tim tango selama kualifikasi piala dunia, perlu di garis bawahi yang namanya urusan ‘mencetak gol.’
Dobrakan Lionel Messi cs dalam mengobrak-abrik lini pertahanan lawan melempem begitu saja. Di kualifikasi piala dunia bisa kita lihat dengan terang. mereka hanya mengumpulkan total 23 gol dari 18 pertandingan. Artinya rata-rata gol yang dilesakan per-pertandingan adalah 1,2 gol. Lebih sedikit dari Urugay (28 gol) yang justru berada satu peringkat dibawah mereka dan sama banyak dengan Venezuela (23 gol) yang menduduki peringkat empat terbawah dari Albiceleste. Mereka tertinggal Jauh diatas empat peringkat teratas zona CONMEBOL, mereka hanya mengungguli Ekuador (22 gol), Bolivia (14 gol) dan Peru (11 gol).
Predikat sebagai pemain terbaik dunia yang disandang Messi tampaknya memang tak cukup hebat mengangkat nama besar Timnas Argentina di mata Dunia. Torehan 4 gol dari 18 pertandingan adalah bukti mandulnya seorang Messi-ah. Bahkan nama-nama lain sekeliber Sergio Kun Aguero dan Carlos Tevez, urung mempertontonkan ketajaman mereka. Masing-masing hanya mengemas 4 gol dan 1 gol. Ketumpulan mengasah si kulit bundar saat berseragam Albiceleste kontras dengan ketika mereka mengenakan seragam klub. Di klub masing-masing, mereka adalah mesin gol sekaligus organ vital yang tak lepas dari peranan penting yang diberikan oleh klub. Jadi apa yang salah dengan skuad besutan Maradona? mari kita telaah.
Ujung tombak Argentina didominasi oleh penyerang berpostur pendek. Messi, Aguero dan Tevez yang rata-rata memiliki tinggi 170-an cm. Mereka merupakan langganan starting XI sekaligus andalan lini serang albiceleste. Belum lagi bila penyerang Napoli, Ezequiel Lavezzi mendapat panggilan, tentu semakin mengkerdilkan penyerang tim tango.
Meneropong keadaan tersebut, tentu ada satu catatan khusus. Quartet Messi, Aguero, Tevez, dan Lavezzi, mereka adalah tipe penyerang dengan naluri menggocek serta intelegensi tinggi bukanlah sebagai target man. mereka dituntut harus pandai mengoprek serangan bukan dari udara melainkan bermain dengan bola-bola rendah. Sedangkan pada prakteknya, strategi Maradona tetap tidak berjalan efektif. "Ada beberapa pelatih yang suka memakai satu ujung tombak, lainnya lebih suka memainkan dua penyerang melebar dan ada yang penyerang lubang. Setiap pelatih memutuskan apa yang ingin ia lakukan," terang Aguero.
"Kami tahu bahwa Argentina kini, selain Martin Palermo yang menjadi target man, sisanya memiliki tinggi 'normal'," ucapnya sambil tersenyum. "Namun, Diego Maradona ingin kami bermain bola rendah, bermain dengan mobilitas lebih."
Well, nama yang disebutkan Aguero tadilah (Martin Palermo) yang sebetulnya masuk kategori target man Argentina saat ini dengan tinggi 190cm yang mendukungnya. Dua nama lain yang masuk kategori yang sama adalah Gonzalo Higuain 184cm dan Diego Milito 183cm yang kerap di plot sendiri didepan dua pilihan utama Maradona lainnya dalam skema 4-3-3 nya, yaitu diantara Quartet boncel Messi dan Tevez atau Aguero dan Lavezzi. Dua nama pertama adalah yang sedang on fire. Pundi-pundi gol mereka sudah dituliskan dalam daftar statistik top skor klub masing-masing. Bagaimana dengan Palermo? usia yang sudah uzur 36 tahun, bukan jadi penghalang dalam mengkreasikan gol. tengok ke belakang lagi, ambil satu contoh partai, gol penyelamat Palermo di kualifikasi piala dunia pada masa injury time kala bersua Peru . Andai gol tersebut tidak tercipta, mungkin 1 tiket berangkat ke piala dunia sudah jadi abu. Anehnya, ke-tiga nama tersebut bukanlah pilihan utama barisan depan skuad Maradona, padahal raihan yang di suguhkan oleh mereka terbilang krusial.
Kendati demikian, Kenyataan tetaplah menjadi acuan terkini. Hanya Maradona yang tahu cara mengoptimalkan pemain-pemainnya yang pantas berkompetisi dan mana yang tak pantas. Tentu Maradona juga tak mau berlarut-larut dalam berbagai polemik yang dihadapi timnya.
Berkaca dari serangkaian banyaknya fakta-fakta yang memperkuat keraguan, jelas PR Maradona tidak gampang. Maradona harus Memutar otak kembali dan sesegera mungkin merombak kerangka intern mulai dari strategi tim samapi manajemen pemain guna mencapai hasil meyakinkan sebelum berangkat ke Afrika Selatan menghadapi pentas akbar dunia empat tahun sekali, Juni-Juli mendatang. apakah kelayakan seorang Il bipe del oro (julukan maradona) dalam memimpin negaranya bisa di reinkarnasikan seperti yg pernah ditorehkannya 24 tahun silam? Apa perubahan selanjutnya yang akan kamu lakukan, Maradona? (kacanktsp)
Related Posts :
0 komentar:
Posting Komentar